Kepercayaan Prematur Minggu, Jun 30 2013 


Ada begitu banyak hal yang harus kita percayai, mau tak mau. Saya menyebutnya kepercayaan yang prematur. Sebelumnya kita tak pernah mengalami, tapi kemudian kenyataan datang dan itulah yang harus dipercaya bahwa sesuatu itu memang telah terjadi kini.

Setiap kehilangan menyisakan duka. Kita tahu itu. Sebelumnya apakah kita pernah menyiapkan hati? Tidak ada yang menyiapkan diri untuk kehilangan sekecil apapun. Saya hanya perlu menjaga apa yang dipunyai kini. Salah satunya berusaha memiliki kemampuan untuk mencintai secara konstan. Biar saja ia tidak tersenyum untuk saya hari ini, yang penting senyum ini selalu untuknya. Biar saja ia tidak rindu tetapi saya merindukannya setiap waktu. Biar saja ia tidak mencintai saya terus-terusan, yang penting saya memiliki cinta yang besar untuknya setiap hari. Biar saja ia menjadi besar kepala karena diberi begitu banyak cinta, biar saja. Saya tak peduli dan tetap bahagia.

Saya meyakini betul, apa-apa yang tidak saya jaga kini akan menjadi sumber penyesalan di kemudian hari. Biar saja saya akan menjadi perempuan egois yaitu jika suatu saat nanti kami akan terlepas satu sama lain, saya bukanlah orang yang penuh sesal karena telah menyia-nyiakannya.

Depok, 30 Juni 2013

Kelopak Mawar Kuning yang Gugur Sabtu, Jun 29 2013 


Persahabatan kami terjalin selama kurang lebih tiga belas tahun lamanya. Dari tengah malam hingga detik ini saya menuliskan tentangnya, rasanya air mata enggan mengering. Anita Destriana, menanggung sakit selama beberapa bulan terakhir dan baru diketahui mengidap kanker kelenjar getah bening stadium empat.

Kami menyayangimu Anita sayang, masih teringat jelas senyum dan kata-kata yang hampir putus asa ia ceritakan waktu itu. Saat dirinya harus membawa bayi dalam rahim yang ternyata berusia tiga bulan tapi ternyata penyakit yang lain menggerogoti. Begitu kerasnya saya menghibur dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Saya begitu ingin menjenguknya kala itu, rela ke rumahnya di siang terik dengan kondisi sedang hamil tua karena ingin sekali memeluknya. Membawakan makanan yang ia inginkan agar ia bisa makan sedikit saja. “Ini sakit sekali”, katanya sambil mengelus pinggang. Siang itu kami tak tahu, bahwa kelenjar getah bening berkembang menjadi musuh utama tubuhnya.

Kami begitu dekat. Terutama karena saya masih berstatus baru akan memiliki momongan, sedangkan kedua sahabat yang lain sudah memilikinya lebih dulu. Ia menginginkan anak laki-laki. Keguguran pertamanya begitu ia sesali dan kerap bercerita bahwa anak itu sering berkunjung dalam mimpinya. Saya sering mengatakan untuk bersabar karena Tuhan maha baik sedang menyimpan dulu untuknya.

Pagi-pagi sekali saya dan sahabat yang lain bertangisan lewat telepon, meminta agar menyampaikan salam untuknya karena saya tak dapat pergi keluar rumah. Sepanjang malam mata saya terpicing sambil menangis, betapa saya mencintainya dan kelebatan-kelebatan masa lalu terus hadir. Bagaimana kami setiap hari pulang bersama saat Sekolah Menengah Atas. Kemudian memiliki bermimpi sekolah di universitas negeri bersama-sama. Bagaimana kami dulu memulai petualangan pertama tanpanya, menunggu di halte bis sangat lama karena ia berjanji akan datang sampai kemudian kami hanya pergi bertiga saja.

Dulu saya sering sekali menginap di kamarnya yang berwarna merah jambu dan ketiduran di tengah malam sambil mendengarkan ceritanya. Terakhir yang saya tahu, ia begitu tenggelam dalam banyak kesedihan. Dan saya baru menyadari, kesedihan mampu merenggut nyawa seseorang perlahan-lahan. Saya tak punya apa-apa untuk menghiburnya selama ini, hanya sepasang telinga, satu mulut dan rentangan tangan untuk memeluknya.

Kini ia pergi selamanya, hanya doa yang mampu memeluknya. Beristirahatlah dalam senyum dan damai wahai mawar kuning, kelopak yang kini berguguran tak pernah menampik keindahanmu yang lalu. Ia menetap dan bersemayam di hati orang-orang yang mencintainya.

Dengan cinta,

P-Betty
Sabtu 29 Juni 2013

Sabtu, Okt 8 2011 


langit jelaga. senja berjalan mundur. rindu tertatih

Rabu, Agu 17 2011 


.. Karena selama hati kita masih berwarna merah, selama masih ada butir-butir darah yang mengalirinya, selama itu pula garis cinta yang tertakik di sana akan tergurat abadi, meskipun tak ada ujung yang pernah mempertemukannya …
– Mira W –

Rabu, Agu 17 2011 


Sosokmu bertebaran dalam semesta imaji. Mengapa demikian nyata rasa, senyum dan hangatmu? Mengalir pelan lewat rongga dada, menyirap logika dan mengarsir mimpi merah jambu dalam kamar oranye ku. Tak perlu seandainya untuk sampai ke sana, aku benci berandai keras-keras. Sebab di taman mimpi lebih indah, aku akan duduk di bangku kayu dan menunggumu dengan lolipopku. Sementara kau menangkap kupu-kupu warna biru.

Laman Berikutnya »