Gadis itu keluar kamarnya, menuruni sembilan undakan, belok ke kanan dan berpamitan pada sang empunya rumah. Berbelok lagi ke kiri pasti ia akan berjumpa dengan bapak tua yang sedang menikmati kopi pekatnya sambil membaca koran, atau terkadang menyapu gang kecil itu atau juga membersihkan gulma di pot-pot tanamannya. Sang gadis pasti akan tersenyum dan berpamitan lagi. Tanpa peduli ia berpamitan dengan siapa sebenarnya.
Di ujung gang, seorang loper koran yang menyunggi korannya di kepala sedang bercanda dengan pemilik warung dan penjual bubur ayam. Pemilik bengkel sedang menggosok mobil pelanggannya. Penjual minuman ringan menunggui barang dagangannya. Kembali sang gadis tersenyum dan bergegas melewati kendaraan umum beroda tiga warna oren. Pagi yang ramai.
Beberapa menit ke depan ia sudah berdiri di pinggir jalan bersama sang loper koran. “Selamat pagii”, sang gadis menyapa. Sang loper koran tertawa memperlihatkan barisan giginya yang rapi dan agak besar. Mereka menyeberang jalanan besar itu bersama-sama, yang bergender laki-laki di depan. Seperti halnya kebanyakan.Setelah berjibaku dengan kendaraan yang melaju cukup kencang, sang gadis berterima kasih. “Iya sama-sama”, balasnya riang sembari memperlihatkan barisan giginya.
Mereka berjalan bersama, satu tujuan. Bedanya cuma terletak di orientasinya. Sang gadis berjalan menuju kantornya, sang loper koran menjajakan dagangannya. Jika di akhir bulan sang gadis menghabiskan uangnya untuk bersenang-senang, sang loper koran membagi uangnya untuk berbagai keperluan. Anaknya yang masih sekolah di kampung, ibunya yang sakit-sakitan, istrinya yang terus mengatakan kalau uang belanja hariannya selalu kurang dan biaya hidupnya di Jakarta. Semua seberat sunggiannya di kepala yang membawa beraneka macam judul headline.
Sang gadis memilih berjalan lewat trotoar di depan apartemen sedangkan sang loper memilih berjalan di sisi jalan raya. Masing-masing memiliki maksudnya sendiri. Sementara gadis itu terus berjalan menunju kantornya, sang loper tersenyum riang karena ada yang membeli salah satu koran ber-headline tentang bahayanya situs jejaring sosial yang memperjualbelikan anak di bawah umur.
Sang gadis bertemu teman kuliahnya, matanya berbinar, tersenyum dan sedikit berbincang tentang reuni yang akan diselenggarakan akhir bulan. Setelahnya, ia sedikit berjingkat sambil berucap permisi pada penyapu jalan. Menarik tangan kanannya sambil memegangi dahinya karena kepanasan. Panas matahari pagi yang cerah. Namun tidak pernah secerah hatinya walau senyum selalu terkembang.