Berita yang menggelitik di Kompas hari ini, 16 Agustus 2010. Pelaku nikah siri bisa dikenakan sanksi pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda 5 juta rupiah. Setuju!. Pelaku nikah siri layak dipenjara, bukan karena menikahnya tetapi karena tidak memenuhi syarat administratif. Dari sisi moral pun, perempuan selalu dirugikan dengan adanya nikah siri. Ya karena itu tadi, karena tidak memenuhi syarat administratif. Secara agama,banyak orang berpendapat bahwa nikah siri adalah sah. Ijab kabul, mahar, saksi, penghulu, mungkin semua elemen itu ada. Secara administratif, buku nikah tidak ada. Ketika si laki-laki berulah, membuat kasus KDRT misalnya akan sulit mengadukan kepada yang berwajib. Atau si laki-laki ini sudah tidak cinta lagi misalnya, maka dengan mudah perempuan akan di talak tiga. Setelah itu, pernikahan pun terputus. Lagi-lagi perempuan akan ditinggalkan, dijadikan korban. Belum lagi misalnya ditambah dengan biaya hidup karena mengandung yang setelahnya tentu akan melahirkan. Anak adalah pelengkap kebahagiaan, bukan menjadi beban. Tapi perempuan mana yang mau ditinggalkan begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban secara materi.

Kabarnya Komnas Perempuan akan mendesak supaya RUU ini segera disahkan. Sangat terlambat memang, tapi daripada tidak sama sekali. Padahal kasus nikah siri sudah sangat marak beberapa tahun terakhir. Bahkan “gaya” pernikahan ini juga seakan dilegitimasi oleh public figure. Semua seakan menjadi abu-abu ketika mereka yang memerankan. Padahal sebagai perempuan, nikah siri (berulang kali saya tulis di sini) pastinya akan sangat merugikan perempuan. Dari berbagai segi, ditilik dari berbagai arah pun hasilnya akan tetap sama. Bahkan kalau boleh saya berpendapat, seakan melegitimasi nafsu belaka. Tapi entah, mudah-mudahan saya dan orang-orang tercinta di sekeliling saya tidak mengalaminya. Baik menjadi korban ataupun pelaku itu sendiri.