Mendung centil pagi ini, rok merah dan kuncir dua. Tawanya riuh bersama beberapa teman abu-abunya. Mendung itu cengeng, jika kau cubit ia akan berteriak galak dan muncul kilatan di langit. Dan jika kuncir mendung ditarik, air langit akan tumpah.

Mendung tak punya pacar. Menyukai lolipop, coklat, permen telur cicak dan pria bergigi gingsul. Centilnya Mendung, jika pria impiannya lewat ia akan purapura menghampiri. Merayu paman matahari untuk bersedia dihalangi sebentar saja sampai si Gingsul sampai tujuan. Sebagai imbalannya, Mendung akan ditengok sebentar ditambah kernyit dahi keheranan mengapa panas yang tadinya terik berubah menjadi teduh. Setelahnya, Mendung akan tersenyum. Tak boleh melonjak kegirangan, sebab makhluk di bumi mengiranya marah dan akan membuka kran air di langit.

Mendung tak pernah tahu cara mengemukakan cinta pada Gingsul. Dirinya cuma tahu cara berkatakata pada angin dan menitipkan rindu pada hujan. Mendung tak tahu cara bilang I Love You. Haruskah meminta bantuan kakak awan untuk menggumpalkan gulali birunya di langit bertuliskan cinta itu? Ah membingungkan sekali.

Mungkin Gingsul tak perlu tahu, biar saja ia mencintai dengan caranya sendiri. Menitipkan rindu pada hujan, tak usah besarbesar tapi cukup membuat Gingsul tertidur lelap di kamar hangatnya. Dan ia akan mengintipnya jauh dari langit ke balik tirai jendela. Sesekali di siang yang mentereng mungkin ia cukup menitipkan pesan pada paman Angin supaya bertiup pelanpelan dan tak menerbangkan dasi biru Gingsul saat akan keluar makan siang. Mendung harus mengubur keinginannya untuk membelai pipi Gingsul atau mencium bibir lembutnya. Ah, tak apa. Mencintai dari kejauhan pun sedemikian indah, yang perlu dilakukan Mendung hanya berdoa pada pemilik langit dan bumi agar nanti dirinya boleh menghuni nirwana bersama pria yang membuat hatinya hangat sepanjang tahun.